![Picture](/uploads/5/5/8/9/55898411/354102435.jpg?1436327683)
Damar kurung adalah seni tradisonal yang asli dari kabupaten Gresik. Damar kurung adalah lampion dari kertas dengan kerangka bambu yang disisi-sisinya dipenuhi dengan lukisan yang menceritakan tentang kehidupan sehari-hari. Damar kurung menceritakan kehidupan sehari-hari yang tak sulit dipahami, ada suasana rumah tangga, pasar, jalan, masjid, dan pantai. Tapi yang membuat unik dari karya seni lain adalah cerita dalam damar kurung ini selalu bergerak ke arah kiri, seperti geraknya tulisan Arab. Karya seni lukis lampion dengan design unik, berkarakter polos kekanak-kanakan, berhias warna terang kuning, merah, hijau, dan merah jambu tersebut seakan-akan tidak bisa lepas dari nama besar pencetusnya, yaitu Masmundari. Karyanya banyak dikenal masyarakat luas sejak dipamerkan di Bentara Budaya Jakarta pada Nopember 1987.
Seni tradisi yang menjadi ikon kebanggaan kabupaten Gresik itu ternyata masih terus menggema. Walaupun Masmundari, yang memopulerkan seni lukis damar kurung sudah dipanggil oleh Allah pada Desember 2005 silam dalam usia 115 tahun, tapi keberadaan damar kurung tetap eksis hingga kini, bahkan semakin menjadi rebutan para kolektor seni.
Damar kurung juga banyak terpasang di beberapa kantor pemerintahan, dan perusahaan, diantaranya di Kantor Gubernur Jawa Timur, kantor Pemda Kabupaten Gresik, kantor PT Semen gresik, PT Petrokimia Gresik, dan lain-lain.Damar Kurung adalah sebuah lampion, yakni pelita yang dikurung dalam bagian berbentuk segi empat. Tiap sisi bangun tersebut terbuat dari kertas dan rangkanya terbuat dari bambu. Sejak zaman Hindu-Budha, Damar Kurung sudah dikenal masyarakat.
Damar kurung tak hanya dikenal di pesisir Gresik. Damar kurung bisa dijumpai di wilayah Semarang yang memang dikenal sebagai tempat persinggahan kapal-kapal dari negeri China zaman dulu. Damar kurung biasa disebut ting-tingan Ramadhan. Ting-tingan Ramadhan biasa dijajakan dalam dhugdhean (pasar malam yang hanya ada sepanjang bulan Puasa) masih terselip penjual damar kurung. Biasanya berwarna merah atau putih dengan lukisan sederhana, dari luar bayangan kerbau, naga, petani, gerobak, penari, burung, becah bahkan pesawat yang tampak bergerak.
Damar Kurung mengadaptasi lampion yang dipakai warga Tionghoa sebagai wujud kesempuranaan dan keberuntungan. Dulu, jika ada warga yang kesripaan (ada yang kesusahan karena di antara anggota keluarga ada yang meninggal dunia) maka lampion putih dipasang berpasangan di depan rumah yang melambangkan duka cita. Biasanya lampion persegi atau oval berwarna putih ini dibubuhi kaligrafi berisi penggalan syair China kuno. Sebaliknya, lampion bulat berwarna merah menjadi simbol keberuntungan dan kesempurnaan.
Di Gresik, Lampion yang diterjemahkan menjadi damar kurung sudah lekat dengan tradisi sejak abad ke-16. Saat itu, adalah masa aktif Sunan Prapen, sunan ketiga sesudah Sunan Giri, seorang penyebar agama Islam di Jawa Timur. Sampai tahun 1970-an, sebagai kerajinan, damar kurung juga dikerjakan masyarakat Jawa Tengah maupun Jawa Barat. Kebanyakan damar kurung ini dibuat tanpa gambar, hanya beberapa bagian damar kurung saja yang memiliki gambar.
Di Jepara ada tradisi menyalakan damar kurung yang dinamakan Baratan. Tradisi ini dilaksanakan setiap pertengahan bulan Sya'ban (Jawa: bulan Ruwah). Hal ini berkaitan dengan legenda Sultan Hadlirin, suami Ratu Kalinyamat (Retno Kencono), putri Sultan Trenggono yang juga Adipati Jepara (1549-1579). Suatu ketika tibalah sang penguasa di Desa Purwogondo (kini pusat Kecamatan Kalinyamatan). Tiba-tiba kuda yang ditungganginya lari menghilang. Kemudian bersama-sama warga, ia mencari kuda dengan bantuan lampu impes (lampion). Tradisi ini tetap dilakukan dengan membawa lampion berkelap-kelip. ketika listrik sudah masuk desa, tradisi ini perlahan memudar.
Sumber http://budaya-indonesia.org/Damar-Kurung/
Damar kurung juga banyak terpasang di beberapa kantor pemerintahan, dan perusahaan, diantaranya di Kantor Gubernur Jawa Timur, kantor Pemda Kabupaten Gresik, kantor PT Semen gresik, PT Petrokimia Gresik, dan lain-lain.Damar Kurung adalah sebuah lampion, yakni pelita yang dikurung dalam bagian berbentuk segi empat. Tiap sisi bangun tersebut terbuat dari kertas dan rangkanya terbuat dari bambu. Sejak zaman Hindu-Budha, Damar Kurung sudah dikenal masyarakat.
Damar kurung tak hanya dikenal di pesisir Gresik. Damar kurung bisa dijumpai di wilayah Semarang yang memang dikenal sebagai tempat persinggahan kapal-kapal dari negeri China zaman dulu. Damar kurung biasa disebut ting-tingan Ramadhan. Ting-tingan Ramadhan biasa dijajakan dalam dhugdhean (pasar malam yang hanya ada sepanjang bulan Puasa) masih terselip penjual damar kurung. Biasanya berwarna merah atau putih dengan lukisan sederhana, dari luar bayangan kerbau, naga, petani, gerobak, penari, burung, becah bahkan pesawat yang tampak bergerak.
Damar Kurung mengadaptasi lampion yang dipakai warga Tionghoa sebagai wujud kesempuranaan dan keberuntungan. Dulu, jika ada warga yang kesripaan (ada yang kesusahan karena di antara anggota keluarga ada yang meninggal dunia) maka lampion putih dipasang berpasangan di depan rumah yang melambangkan duka cita. Biasanya lampion persegi atau oval berwarna putih ini dibubuhi kaligrafi berisi penggalan syair China kuno. Sebaliknya, lampion bulat berwarna merah menjadi simbol keberuntungan dan kesempurnaan.
Di Gresik, Lampion yang diterjemahkan menjadi damar kurung sudah lekat dengan tradisi sejak abad ke-16. Saat itu, adalah masa aktif Sunan Prapen, sunan ketiga sesudah Sunan Giri, seorang penyebar agama Islam di Jawa Timur. Sampai tahun 1970-an, sebagai kerajinan, damar kurung juga dikerjakan masyarakat Jawa Tengah maupun Jawa Barat. Kebanyakan damar kurung ini dibuat tanpa gambar, hanya beberapa bagian damar kurung saja yang memiliki gambar.
Di Jepara ada tradisi menyalakan damar kurung yang dinamakan Baratan. Tradisi ini dilaksanakan setiap pertengahan bulan Sya'ban (Jawa: bulan Ruwah). Hal ini berkaitan dengan legenda Sultan Hadlirin, suami Ratu Kalinyamat (Retno Kencono), putri Sultan Trenggono yang juga Adipati Jepara (1549-1579). Suatu ketika tibalah sang penguasa di Desa Purwogondo (kini pusat Kecamatan Kalinyamatan). Tiba-tiba kuda yang ditungganginya lari menghilang. Kemudian bersama-sama warga, ia mencari kuda dengan bantuan lampu impes (lampion). Tradisi ini tetap dilakukan dengan membawa lampion berkelap-kelip. ketika listrik sudah masuk desa, tradisi ini perlahan memudar.
Sumber http://budaya-indonesia.org/Damar-Kurung/